PERSPEKTIF ETIKA BISNIS MENURUT
AJARAN ISLAM DAN BARAT
1. DEFINISI ETIKA
Secara
etimologi, Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani
ethikos mempunyai beragam arti : pertama, sebagai analisis konsep-konsep
terhadap apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah,
wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, aplikasi ke dalam watak moralitas
atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, aktualisasi kehidupan yang baik secara
moral.
Menurut
Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau akhlak adalah ilmu yang
menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.
Menurut K.
Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian
juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai
moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk.
2. DEFINISI BISNIS
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang
digunakan al-tijarah, al-bai’,tadayantum, dan isytara.
Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan
dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar
t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan,
perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an , at-Tijarah
bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir
dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Dalam penggunaannya kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam
pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat
Al-Baqarah ; 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian
umum.
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis
dalam Al-Qur’an dari tijarah pada
hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari
keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial,
bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan
kualitas.
Aktivitas
bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara
manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis harus dilakukan dengan ketelitian dan
kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak
boleh dilakukan dengan cara penipuan, dan kebohongan hanya demi memperoleh
keuntungan.Dalam hal
ini, ada dua definisi tentang pengertian perdagangan, dari dua sudut pandang
yang berbeda, yaitu menurut mufassir dan ilmu fikih:
1. Menurut Mufassir, Bisnis adalah
pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
2. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis
adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau
pemindahan hak milik dengan adanya penggantian.
3. Menurut cara yang diperbolehkan
penjelasan dari pengertian diatas :
4. Perdagangan adalah suatu bagian
muamalat yang berbentuk transaksi antara seorang dengan orang lain.
5. Transaksi perdagangan itu
dilaksanakan dalam bentuk jual beli yang diwujudkan dalam bentuk ijab dan
qabul.
6. Perdagangan yang dilaksanakan
bertujuan atau dengan motif untuk mencari keuntungan.
3.
DEFINISI
ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dari uraian
diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat prinsip moral yang
membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu
serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan
dalam bisnis.Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah
norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi
atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
Etika bisnis
merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang
apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis
harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman
tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu
selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.
Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan
orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus
terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk
menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Dengan demikian,
bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya
merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak
bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan
kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang,
yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah
swt.
4.
DASAR HUKUM
A.
Al Baqarah :
282
Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Bermuamalah
ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
B. An Nisa’ : 29
Yang artinya
:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri
sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain
berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
C. At Taubah : 24
Yang
artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik
.
D. An Nur : 37
Yang artinya
: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan
(dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.
E. As Shaff : 10
Yang artinya
: Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?.
PEMBAHASAN MASALAH
1.
TUJUAN UMUM
ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam hal
ini, etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan
sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata,
bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para
pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
a. Membangun kode etik islami yang
mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran
agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis
dari resiko.
b. Kode ini dapat menjadi dasar hukum
dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka
sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan diatas segalanya adalah
tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
c. Kode etik ini dipersepsi sebagai
dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus
diserahkan kepada pihak peradilan.
d. Kode etik dapat memberi kontribusi
dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis
dan masyarakat tempat mereka bekerja.
e. Sebuah hal yang dapat membangun
persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
f.
PANDUAN RASULULLAH DALAM ETIKA
BISNIS
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk
mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis
adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling
mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran
dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang
mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya”(H.R.
Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan
kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu
bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang
busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar
mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi
kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong
orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis,
bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi
kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi
Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu
dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi
bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang
memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat
Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang
bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di
hari kiamat(H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis
saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya
meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun
keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis,
harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad SawÂ
mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan
toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya
(seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga,
bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang
lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk
menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar
ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar
harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh).
Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang
benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar
diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang
curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi” ( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu
kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan
oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan
menjadi goncang”.
1 Membayar upah sebelum kering
keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada
karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan
bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai
dengan kerja yang dilakukan.
1
11. Tidak monopoli. Salah satu keburukan
sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang
sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik
sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang
tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi,
tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam
kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat
merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan
melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos(kekacauan)
politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen
minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk
bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang
justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah
barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing,
minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan
“patung-patung”(H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela,
tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali
dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu”
(QS. 4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi
kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius
dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang
yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi tenggang waktu apabila
pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar
hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya
pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan
bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman,
tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman(QS. al-Baqarah::
278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS.
2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
2.
TEORI DAN
SISTEMATIKA ETIKA BISNIS
Sistem etika
Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat.
Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung
memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah
dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya
pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang
diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat
justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan
keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan
rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan
dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya.
Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang
jelas yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
1. Etika Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem
etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
a. Teknologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy
Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni :
Pertama, konsepUtility (manfaat) yang
kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada
pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak
pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar
adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang
berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis
ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi
(Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan
pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis
apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep
Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila
berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga
konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya,
kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran
hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.
b. Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini
mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi” seperti yang ada
dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti
suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep,
yaitu : Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics).
Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar
atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar
dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi
seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang
adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa
perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
c. Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
·
Personal
Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan
etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan
atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada
(diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan
tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
·
Ethical
Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu
dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini
bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga
bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil
keputusan.
·
Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul
Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada
perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya.
Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa
yang ia inginkan dirinya menjadi.
·
Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat
relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran
teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan
etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap
budaya dan negara.
·
Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah
kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan
memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
2. Etika dalam Perpektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis
sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat
dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat
meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan
“Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
Berbagai
teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
a. Teleologi Utilitarian dalam Islam
adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggung jawab adalah hak
perseorangan.
b. Distributive Justice dalam Islam
adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang
kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
c. Deontologi dalam Islam adalah Niat
baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan
asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
d. Eternal Law dalam Islam adalah Allah
mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya
harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan
duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
e. Relativisme dalam Islam adalah
perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan
Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan
tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
f. Teori Hak dalam Islam adalah
menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan
keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan
tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
5.
KETENTUAN
UMUM ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
a. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal
ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep
ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk
kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu,
vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam
sistem Islam.
b.
Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam sangat
mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang
atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan
dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan
bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk
menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل
اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku
adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
c.
Kehendak
Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
d.
Tanggungjawab
(Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
e.
Kebenaran:
kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan
prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
6.
TINGKATAN
APLIKASI ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI ISLAM
Adapun
penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi,
dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi
pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran
sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi,
seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan dan persepsi
perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem,
seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika
tertentu.
Realitasnya,
para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras
dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan,
emosi atau religiusitas hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil
dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang
prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba,
agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.
PENUTUP
Kesimpulan
Etika bisnis
islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam
mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis.Prinsip
ekonomi, menurut para pebisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada.
Panduan
Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis :
1. Prinsip essensial dalam bisnis
adalah kejujuran
2. Kesadaran tentang signifikansi
sosial kegiatan bisnis
3. Tidak melakukan sumpah palsu
4. Ramah tamah
5. Tidak boleh berpura-pura menawar
dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas
dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun
horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Realitasnya,
para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang
sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya
maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan
manajemen konflik.
https://ismayanugraha12.wordpress.com/2015/11/16/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/